Jumat, 30 Desember 2011
Sakit Jantung ini Ternyata GANGGUAN PANIK
Rabu, 28 Desember 2011
Catatan Akhir Tahun Psikosomatik
Jumat, 23 Desember 2011
Selamat Hari Natal dan Tahun Baru
Senin, 05 Desember 2011
Seminar Psikosomatik di Kota Ambon Manise
Saat presentasi dengan topik "Gangguan Psikosomatik : Dasar dan Tatalaksana di Pelayanan Primer" (dok.pribadi) |
Rabu, 23 November 2011
Kenapa Panik Saya Kambuh,Dok?
Jumat, 18 November 2011
Gangguan Panik Obatnya Apa ?
Halo dr Andri, salam kenal. saya mengalami serangan panik dan gejala panik sudah 3 kali. pertama tahun 2008 april, kedua tahun 2009 oktober dan ketiga oktober 2011 . Sudah beberapa dokter sudah saya kunjungi semua mengatakan saya ansietas dan serangan panik, dan mereka selalu memberikan obat alprazolam. Pada awalnya saya tidak mengindahkan kata mereka utk minum obat karena kebiasaan saya tdk suka minum obat. tapi gejala panik ini masih terasa di saya dan sangat mengganggu saya dalam aktifitas, maka dengan ini saya membaca tulisan dokter tentang obat golongan SRRI jauh lebih aman dari golongan benzodiazepam ? ingin saya tanyakan jenis obat SRRI yang mana ? paxil atau apa yang lebih aman ? dan yang paling kecil ukurannya berapa miligram ?. karena yg saya baca juga sejak thn 2009 FDA telah melarang menggunakan aprazolam utk
pasien ansietas karena adiksi . Lalu bagaimana cara penggunaan/terapi obat golongan SRRI, minum berapa kali sehari dan kapan berhenti , supaya saya terbebas dari penyakit ansietas ini utk selamanya. saya sangat berterima kasih dokter utk jawabannya. (dari : AC)
Jawaban :
Pasien dengan gangguan panik memang seringkali pada saat datang pertama kali ke dokter umum, dokter spesialis non-jiwa ataupun dokter jiwa diberikan anticemas seperti Alprazolam. Hal ini karena Alprazolam sangat efektif dalam mengatasi kondisi serangan panik dan kecemasan ikutan yang sering dialami pasien gangguan panik. Tidak heran obat ini seperti layaknya "kacang goreng" karena indikasinya jadi sangat melebar dari awalnya ditujukan untuk gangguan panik, sekarang ini diberikan juga untuk pasien yang dispepsia, sulit tidur, sering berdebar, bahkan untuk pasien dengan kasus-kasus medis yang erat kaitannya dengan kecemasan seperti sakit jantung koroner. Obat ini memang ampuh mengatasi cemas dan bekerja cepat.
Sayangnya obat ini memiliki waktu paruh obat yang pendek, membuatnya hanya efektif dalam waktu 4-6 jam saja sehingga akan ada kecenderungan untuk memakai lagi terutama jika pada pasien gangguan panik. Selain itu kondisi pasien dengan menggunakan anticemas alprazolam juga sering kali menjadi sulit lepas dari obat ini karena memang memiliki potensi ketergantungan yang besar jika dipakai lebih dari dua minggu saja. Sulit lepas ini juga disebabkan karena efek putus zat obat ini sangat tidak nyaman, ada yang langsung tiba-tiba stop dan merasakan kecemasan yang lebih parah daripada sebelumnya.
Maka dari itu penggunaan obat ini harus hati-hati dan kalau bisa sesuai dengan indikasi saja. Belakangan karena potensi ketergantungan, toleransi (makin besar pake makin lama) dan reaksi putus zat, obat ini sudah tidak menjadi pilihan pertama lagi sebagai obat anticemas di Amerika Serikat, di sana lebih cenderung menggunakan Antidepresan gol SSRI seperti Sertraline, Fluoxetine, Paroxetine (Paxil). Penggunaan antidepresan untuk pasien gangguan panik juga biasanya dimulai dengan dosis kecil karena pasien gangguan panik sering lebih sensitif terhadap efek samping obat antidepresan yang biasanya berlangsung pada minggu pertama pemakaian. Obat biasanya digunakan selama 4-6 bulan untuk mencegah kekambuhan. Selain obat perlu ada terapi lain termasuk edukasi tentang kondisi kecemasan panik dan manajemen stres.
Semoga berguna jawaban ini
Salam Sehat Jiwa
Dr.Andri,SpKJ
Psikiater Bidang Psikosomatik Medis
Klinik Psikosomatik RS OMNI ALAM SUTERA
Selasa, 15 November 2011
Ketika Serangan Panik Datang
Satu kisah menarik dari kamar praktik saya adalah ketika seorang pasien laki-laki, sebut saja Michael namanya, usianya baru 35 tahun datang dengan keluhan seperti di atas. Saat kejadian itu ia sedang berada di jalan menuju kantornya di daerah Sudirman. Michael menjadi sangat ketakutan akan keadaan ini sampai ia meminggirkan mobilnya. Saat itu ia merasa takut mati sehingga membuatnya ke unit gawat darurat (UGD) sesaat jantungnya sudah mulai terasa berkurang debarannya 10 menit kemudian.
Di UGD, Michael diperiksa jantung dan laboratorium penunjang lainnya. Hasilnya semua dalam batas normal. Michael kemudian bingung apa yang baru saja dialaminya. Dokter menyarankan Michael untuk tidak khawatir karena tidak ditemukan kelainan apa-apa. "Mungkin Anda sedang kecapaian saja," kata si dokter menenangkan.
Kasus di atas cukup sering ditemukan sebagai salah satu kasus gangguan kesehatan jiwa yang bermanifestasi gejala fisik. Kalangan kesehatan jiwa menyebutnya sebagai serangan panik. Orang yang mengalami biasanya mengira ia terkena serangan jantung karena gejalanya sangat mirip dengan gangguan tersebut. Bedanya adalah dalam durasi waktu, serangan panik biasanya hanya berlangsung paling lama 15 menit saja dan setelah itu terjadi penurunan gejala yang dialami.
Ada beberapa gejala serangan panik yang sering dialami oleh pasien. Gejalanya yang paling sering adalah sebagai berikut:
- Jantung berdebar dan peningkatan denyut jantung
- Berkeringat
- Badan terasa gemetar atau berguncang
- Perasaan napas yang pendek
- Perasaan seperti tercekik
- Sakit dada atau perasaan tidak nyaman
- Mual atau merasa tidak enak di perut
- Merasa pusing
- Tidak stabil
- Kepala terasa ringan atau mau pingsan
- Takut kehilangan kontrol atau menjadi gila
- Perasaan takut mati
- Kesemutan atau seperti baal dan rasa seperti terbakar atau kepanasan.
Gangguan panik didiagnosis bila dalam waktu sebulan terakhir telah terjadi lebih dari 3 (tiga) kali serangan panik. Serangan panik ini terjadi tiba-tiba dan di antara serangan panik tersebut pasien merasa khawatir jika dirinya mengalami keadaan itu lagi (kecemasan antisipasi). Serangan panik ini juga telah mengganggu fungsi pasien sehari-hari baik pribadi dan sosial.
Agorafobia
Jika pasien mengalami serangan panik yang berulang, maka kebanyakan pasien menjadi takut untuk keluar rumah sendirian. Hal ini disebabkan pasien takut bila tiba-tiba saat ia sendiri di luar rumah, serangan panik itu datang lagi dan tidak ada yang menolongnya. Ketakutan tersebut dinamakan agorafobia.
Agorafobia biasanya juga diikuti oleh penghindaran terhadap situasi yang dapat membuat timbulnya kecemasan pasien. Hal ini yang menyebabkan pasien dengan gangguan panik biasanya takut bila keluar rumah sendiri tanpa ditemani.
Pasien juga menjadi malas keluar rumah atau bersosialisasi dengan teman serta kerabat di tempat-tempat terbuka. Apalagi bila ia harus ke tempat seperti itu sendirian. Hal ini tentunya menurunkan kualitas hidup pasien tersebut.
Apa yang dapat dilakukan?
Kualitas hidup pasien gangguan panik tentunya mengalami penurunan akibat konsekuensi dari penyakitnya. Untuk itu tatalaksana yang tepat dan menyeluruh sangat dibutuhkan agar pasien dapat kembali hidup normal.
Jika memang dalam pemeriksaan fisik dan penunjang tidak terdapat hasil yang mendukung ke suatu diagnosis penyakit seperti jantung dan tiroid (gondok) maka diagnosis gangguan panik harus segera dipertimbangkan.
Pemeriksaan fisik dan penunjang yang lengkap penting karena gejala serangan panik seringkali mirip dengan gejala-gejala penyakit yang sering kita temukan dalam praktik seperti penyakit jantung dan gangguan tiroid (gondok). Rujukan ke seorang ahli kesehatan jiwa atau psikiater juga dapat dilakukan demi tegaknya diagnosis dan penatalaksanaan yang segera dan menyeluruh.
Seperti tatalaksana kebanyakan gangguan kesehatan jiwa, pengobatan gangguan panik juga meliputi pengobatan dengan obat dan psikoterapi. Penggunaan obat untuk gangguan panik telah mendapatkan rekomendasi dari badan obat dan makanan Amerika (FDA) dan juga dari badan pengawasan obat dan makanan (POM) Indonesia.
Pasien tidak perlu khawatir akan efek ketergantungan terhadap obat yang sering ditakutkan oleh masyarakat bila memakan obat-obat dari ahli kesehatan jiwa. Kerjasama antara dokter dan pasien serta informasi yang akurat dan lengkap akan efek obat serta hal-hal yang menyangkut penggunaannya haruslah diketahui sejak awal berobat.
Pasien tentunya mempunyai hak untuk bertanya kepada dokter tentang obat yang dimakannya serta efek samping yang mungkin timbul. Tentunya kewajiban dokter untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan seputar obat yang digunakan. Keteraturan kontrol berobat dan kepatuhan akan dosis obat juga akan menghindarkan pasien dari hal-hal yang tidak diinginkan dari penggunaan obat yang tidak tepat.
Psikoterapi dengan menggunakan teknik terapi kognitif juga sangat diperlukan. Pasien gangguan panik biasanya mempunyai keyakinan yang salah akan penyakitnya. Pasien biasanya sering salah mengintepretasikan sensasi di tubuhnya sebagai tanda awal serangan panik. Informasi tentang serangan panik termasuk penjelasan bahwa ketika serangan panik berlangsung, serangan tersebut terbatas watunya dan tidak mengancam jiwa.
Latihan relaksasi, pernapasan termasuk meditasi juga mempunyai peran yang sangat baik pada pasien gangguan panik. Hal ini membantu pasien untuk dapat mengontrol pernapasannya dan sedapat mungkin relaks sehingga gejala yang timbul dapat ditangani dengan baik secara mandiri oleh pasien pada saat serangan panik datang.
Semoga penjelasan di atas dapat membantu Anda untuk mengenali gejala dan tanda gangguan panik serta cara mengatasinya. Jangan malu untuk berkonsultasi dengan dokter ahli kesehatan jiwa jika mengalami gangguan panik. Salam sehat jiwa.
Penulis
Psikiater Bidang Psikosomatik Medis
Anggota The American Psychosomatic Society
Anggota The Academy of Psychosomatic Medicine
mbahndi@yahoo.com
sumber : detikhealth.com
Sabtu, 12 November 2011
Lecture Notes : Psychosomatic Medicine in Primary Care
Selasa, 08 November 2011
Jadwal Cuti
Karena akan melaksanakan tugas melakukan presentasi dan pelatihan untuk para dokter umum dan spesialis tentang Psikosomatik Medis, maka pada tanggal-tanggal di bawah ini saya akan cuti praktek (semua di hari Sabtu)
Sabtu, 12 November 2011 : Cuti karena akan memberikan kuliah tamu di FK UGM untuk dokter-dokter keluarga dengan topik penanganan kasus Psikosomatik di pelayanan primer
Sabtu, 03 Desember 2011 : Cuti karena akan memberikan seminar di Ambon, Maluku untuk dokter umum dan spesialis dengan topik PSikosomatik Medis, Apa dan bagaimana penatalaksanaan.
Sabtu, 17 Desember 2011 : Cuti praktek karena akan memberikan seminar kepada awam tentang faktor yang berpengaruh terhadap kecerdasan anak
Doakan acara tersebut sukses dan saya diberikan kesehatan untuk menjalankan semuanya dengan baik.
Senin, 07 November 2011
Masalah Remaja : On Air di TV ONE
Pagi tadi saya menyempatkan diri untuk datang ke Epicentrum Walk di bilangan Kuningan untuk membahas tentang kasus anak kabur dari rumah yang ramai dibicarakan belakangan ini. Adalah Dea (22) yang dikabarkan oleh orang tuanya kabur dari rumah.
Apa yang dibicarakan pada kesempatan pagi tadi lebih kepada apa saja yang menjadi penyebab adanya kenalakan remaja dan masalah-masalah remaja peralihan dari remaja ke dewasa muda.
Semoga acara tadi pagi ini bisa menambah wawasan kita bersama.
Jumat, 28 Oktober 2011
Tersiksa Karena XANAX
Kamis, 13 Oktober 2011
Gangguan Psikosomatik : Gangguan Jiwa Paling Sering
Kemarin (13/10/2011) telah diadakan seminar untuk para dokter lulusan baru di FK UKRIDA dengan tema “Common Mental Health in Primary Care : Diagnosis and Treatment”. Pada kesempatan ini saya mengetengahkan presentasi tentang Gangguan Psikosomatik di Pelayanan Primer, Bagaimana Diagnosis dan Tatalaksana awalnya.
Topik ini saya angkat karena pada berbagai kepustakaan, keluhan psikosomatik merupakan keluhan yang paling banyak dialami oleh pasien-pasien yang datang ke pelayanan primer. Pasien yang datang ke dokter dengan keluhan fisik ternyata 19.7-22% mengalami gangguan somatisasi yang seringkali mengganggu pasien dan kualitas hidupnya.
Gangguan psikosomatik dalam bahasa kedokteran jiwa lebih dikenal dengan sebutan Gangguan Somatisasi sebagai bagian dari payung diagnosis Gangguan Somatoform. Gejala yang paling khas dari gangguan Somatisasi adalah banyaknya keluhan yang terjadi di berbagai organ terutama lambung, otot, dan paling sering mengalami keluhan nyeri. Gejala ini biasanya berlangsung lebih dari 6 bulan untuk mendapatkan diagnosis tetap sebagai suatu Gangguan Somatisasi.Pasien dengan keluhan seperti ini biasanya akan berpindah-pindah dokter karena “penyakitnya” tidak sembuh-sembuh.
Namun ternyata pada prakteknya diagnosis Gangguan Somatisasi jarang bisa ditetapkan pada pasien dengan keluhan-keluhan psikosomatik. Kebanyakan keluhan psikosomatik-nya hanya beberapa saja atau hanya fokus di salah satu gejala seperti jantung berdebar, sesak napas dan tidak nyaman di daerah dada. Lain kali pasien ada yang mengeluh lebih banyak keluhan lambungnya daripada yang lain. Kasus-kasus seperti ini yang lebih banyak terlihat di Klinik daripada yang benar-benar sebagai gangguan somatisasi. Survey yang dilakukan di Klinik Psikosomatik RS OMNI Alam Sutera kepada pasien-pasien yang datang dengan keluhan psikosomatik, ternyata lebih dari 50% di antaranya, diagnosis dasarnya adalah Gangguan Cemas Panik.
Untuk itulah peran dokter umum di pelayanan primer sangat penting dalam mendiagnosis keluhan-keluhan psikosomatik pada pasiennya. Pandangan seorang dokter terhadap pasien seharusnya menyeluruh dan berpikir dengan konsep biopsikososial. Pendekatan biospikososial ini yang akan melihat pasien secara menyeluruh bukan hanya keluhan fisiknya saja tetapi juga apakah keluhan itu terkait juga dengan jiwa dan lingkungan sosialnya. Pada dasarnya semua penyakit pasti memiliki pendekatan biospikososial karena manusia memang makhluk biopsikososial.
Pada akhirnya tujuan dari seminar ini adalah agar kemampuan dokter-dokter umum khususnya yang akan berpraktek nanti akan lebih terasah dalam mendiagnosis kondisi keluhan psikosomatik yang sebenarnya sangat sering didapatkan pada pasien-pasien yang datang ke pelayanan primer dengan keluhan fisik.
http://www.facebook.com/pages/Psikosomatik-Medis/239114322787902
Rabu, 12 Oktober 2011
Mengapa Perempuan (Indonesia) Lebih Mudah Depresi ?
Psikiater
Selama menangani pasien-pasien dengan keluhan psikosomatik yang datang ke klinik saya, saya sering mendapati dasar diagnosis dari pasien-pasien dengan keluhan-keluhan fisik yang tidak jelas ini adalah gangguan cemas dan depresi. Hal lain yang saya amati adalah perempuan lebih sering mengalami depresi daripada cemas. Jika memang ada gejala cemasnya juga biasanya pasien mengalami keluhan-keluhan depresi yang lebih dominan.
Hal ini tentunya bukan hal yang baru di dunia psikiatri. Perempuan memang lebih sering mengalami depresi dibandingkan dengan pria menurut berbagai penelitian yang telah dibuat. Banyak faktor-faktor yang berpengaruh terhadap hal ini telah diungkapkan, namun rata-rata penelitian itu berbasis di komunitas negara-negara barat.
Saya mencoba menelaah dan memilah-milah sekiranya apa yang membuat perempuan Indonesia yang datang ke praktek lebih banyak mengalami depresi daripada gangguan kecemasan.
1. Hormonal
Sama seperti pada penelitian barat, perempuan Indonesia beberapa juga sangat terganggu dengan siklus hormonal bulanan yang sering juga berbarengan timbulnya dengan perubahan mood atau suasana perasaan yang tidak nyaman. Mereka biasanya mengalami kondisi tidak nyaman menjelang menstruasi dan selama menstruasi. Secara statistik memang perempuan di masa kehidupannya sejak fase pertama kali mens (menarche) sampai nanti setelah menopause akan cukup sering berkaitan dengan masalah mood terkait dengan fluktuatif hormonal.
2. Tuntutan Peran
Peran perempuan apalagi yang menikah sangat kompleks. Perempuan harus menjadi istri, ibu buat anaknya dan bahkan kadang "ibu" buat suaminya juga, juga seringkali menjadi orang yang diharapkan oleh keluarga perempuan untuk membantu. Kompleksitas peran ini membuat perempuan rentan stres. Apalagi jika ditambah dengan keinginan tetap mengaktualisasikaan diri yang malah seringkali terhambat. Penerimaan terhadap peran dan tuntutan di dalamnya yang bisa membantu perempuan mengatasi permasalahannya.
3. Konflik Rumah Tangga
Banyak kasus yang saya tangani terkait dengan konflik rumah tangga dan yang paling sering adalah perselingkuhan suami. Terkadang hal ini ditambah dengan sikap sebagian masyarakat di sekitar lingkungan perempuan itu yang "memaklumi" perselingkuhan suami. Ini semakin menjadi beban yang berat untuk perempuan yang merasa diperlakukan tidak adil.
4. Anak bermasalah
Anak seringkali menjadi pemicu stres orang tua terutama ibu. Perempuan dalam rumah tangga seringkali diberikan tugas lebih banyak dalam mengurus anak dan ini membuatnya seringkali lebih rentan terhadap stres terutama dalam menghadapi anak-anaknya yang bermasalah. Peran suami dalam kondisi ini diharapkan dapat lebih membantu sehingga peran ibu menjadi lebih mudah.
Demikian sedikit hasil telaah saya terhadap kasus-kasus yang sering dialami perempuan yang mengalami depresi. Faktor-faktor lain mungkin saja terdapat dan mungkin menjadi faktor yang dominan buat masing-masing perempuan.
Berempatilah dengan perempuan Indonesia !
Salam Sehat Jiwa
Kamis, 22 September 2011
GERD, Keluhan Lambung dan Kecemasan Panik Yang Berhubungan
Psikiater Bidang Psikosomatik Medis
Sejak mengkhususkan diri dalam menangani pasien-pasien dengan keluhan Psikosomatik, saya lebih banyak menangani pasien dengan keluhan-keluhan fisik terutama yang berkaitan dengan keluhan jantung, paru dan sistem pencernaan. Keluhan jantung berdebar, sesak napas, merasa lambung penuh dan kembung adalah keluhan-keluhan yang sering dialami pasien yang berkunjung di klinik psikosomatik tempat saya berpraktek.
Belakangan ini makin banyak datang pasien dengan keluhan lambung yang didiagnosis sebagai GERD (GastroEsophageal Reflux disorder) oleh dokter penyakit dalam yang juga datang ke tempat praktek saya. Apa hubungan GERD dengan gangguan jiwa terutama gangguan cemas panik? Hal ini akan saya jelaskan dalam pembahasan di bawah ini.
Asam Lambung Yang Naik
Gastroesophageal reflux disease (GERD) atau bila diterjemahkan secara harafiah disebut sebagai penyakit lambung karena refluks asam lambung adalah masalah kesehatan umum yang menyebabkan perasaan terbakar di dada (dikenal istilah heartburn) dan regurgitasi asam lambung dari perut.
Jika kita makan, maka untuk mencerna makanan yang kita makan, perut kita akan diisi dengan asam lambung. Selama asam lambung itu tetap di perut dan melakukan tugasnya, tidak ada masalah. Tapi, ketika asam ini naik ke kerongkongan, kita akan mengalami gejala-gejala sakit maag. Apalagi jika asam ini termuntahkan ke kerongkongan, kita mungkin mengalami rasa terbakar di tenggorokan dan rasa yang sangat tidak menyenangkan di mulut kita.
Apa Penyebab GERD?
Kerongkongan adalah laksana saluran tabung otot yang menghubungkan mulut ke perut. Lower esophageal sphincter (LES) adalah sebuah cincin otot yang menutup “pintu” lambung dari kerongkongan ketika kita tidak makan. Ketika kita makan, otot ini akan mengendur untuk memungkinkan makanan masuk dari kerongkongan ke perut. LES kemudian menutup lagi sehingga makanan di perut tidak akan kembali ke kerongkongan. Pada kondisi GERD, LES tidak berfungsi dengan baik untuk mencegah naiknya asam lambung.
Kecemasan dan Depresi Tingkatkan Risiko Mengembangkan GERD
Penelitian yang telah dilakukan, baik kecemasan dan depresi berhubungan dengan risiko dua sampai empat kali lipat dari penyakit GERD. Beberapa peneliti percaya bahwa bahan kimia otak yang disebut cholecystokinin (CCK), yang telah dikaitkan dengan panik dan gangguan pencernaan, mungkin memainkan peran dalam timbulnya GERD pada orang dengan gangguan kecemasan. Faktor lain yang memungkinkan dan berkontribusi adalah ketika orang cemas mereka cenderung memicu atau memperburuk refluks asam lambung ke kerongkongan.
Apa yang bisa dilakukan ?
Pendekatan konsep biopsikososial pada kondisi medis umum adalah yang terbaik. Ini berarti bahwa pasien GERD selain perlu ditangani masalah fisik medis yang terkait dengan refluks asam lambung juga perlu mendapatkan penanganan kondisi cemasnya yang sering berkaitan dengan gangguan cemas panik dan depresi. Dalam praktek sering saya menemukan ketika kondisi cemas paniknya teratasi dengan baik, maka keluhan lambungnya bisa jauh berkurang bahkan baik sama sekali. Tata laksana yang tepat dan menyeluruh perlu dilakukan mengingat jika tidak diobati, refluks asam lambung dapat menyebabkan peradangan lapisan esofagus yang akan mengakibatkan kesulitan menelan, nyeri dada kronis, dan bahkan dapat menyebabkan kanker kerongkongan.
Seperti diungkapkan di atas bahwa cemas dan depresi bisa memperberat penyakit GERD sampai beberapa kali lipat, maka ada baiknya penanganan pasien dengan gangguan GERD yang juga mengalami kondisi kecemasan tinggi baik akibat latar belakang psikologisnya ataupun karena memikirkan penyakitnya perlu ditangani kondisi kesehatan jiwanya. Hal ini diupayakan agar mendapatkan hasil yang maksimal dalam penyembuhan kasus-kasus penyakit GERD.
Semoga informasi ini bermanfaat
Salam Sehat Jiwa
Selasa, 13 September 2011
Stres Bikin Daya Tahan Tubuh Terganggu
Oleh : Dr.Andri,SpKJ
Penelitian yang membahas tentang hubungan stres dan sistem daya tahan tubuh atau dikenal dengan sistem imun tubuh sudah semakin banyak dilakukan. Sejak berkembangnya ilmu Psikoneuroimunologi yaitu suatu ilmu yang mengkaitkan hubungan antara ilmu psikologi, saraf dan imunologi maka kondisi yang berhubungan dengan hal ini sudah semakin sering diteliti.
Psikoneuroimunologi menekankan pada pembuktian-pembuktian terkait dengan sistem imun tubuh dan hubungannya dengan stres yang terjadi pada orang tersebut. Disebutkan banyak sekali dampak stres terhadap sistem imun tubuh manusia yang mengakibatkan seseorang lebih rentang mengalami gangguan penyakit terkait dengan sistem imun tubuh.
Kemarin saat hari kedua kongres dunia International College of Psychosomatic Medicine di Seoul, Korea Selatan, pembicara Prof Christopher Coe dari Universitas Wisconsin, Amerika Serikat menerangkan kembali tentang Psikoneuroimunologi dalam kuliahnya yang berjudul “All Roads Lead To Psychoneuroimmunology”
Dalam kuliahnya Prof Coe mengatakan bahwa sudah semakin banyak penelitian dan fakta yang menggambarkan keterlibatan stres dalam mempengaruhi sistem imun manusia. Beberapa penyakit yang dihubungan dan ditekankan saat kuliah kemarin adalah pada Asma dan Fibromialgia.
Asma kita ketahui sebagai suatu gangguan penyakit pernapasan yang melibatkan sel-sel radang dan imun sistem dalam tubuh. Penyakit yang tidak bisa disembuhkan ini (hanya bisa dikendalikan) sangat terkait dengan peranan sistem imun dan stres yang bisa memicu terjadinya serangan.
Fibromialgia sendiri merupakan suatu kondisi gangguan penyakit yang menekankan keluhannya pada nyeri di berbagai bagian tubuh dan suasana perasan yang tidak nyaman terkait dengan kondisi ini. Gangguan nyeri yang lebih banyak terdapat pada wanita ini belakangan semakin diteliti mempunyai dampak yang berhubungan dengan sistem stres dan imun tubuh. Kondisi yang terkait sistem imun pada pasien dengan gangguan fibromialgia terkait dengan penurunan kadar sel yang disebut Natural Killer (NK), Sitokon dan Interleukin. Kondisi seperti ini juga ditemukan pada pasien dengan depresi. Tidak heran gejala-gejala depresi dan cemas juga merupakan salah satu tanda kondisi fibromialgia. Fibromialgia sendiri memang dikenal dulunya lebih kepada suatu kumpulan gejala (sindrom) yang melibatkan berbagai macam keluhan. Kondisi sindrom yang juga sering tumpang tindih dengan berbagai kondisi lain seperti di antaranya gangguan somatoform (psikosomatik), gangguan nyeri, gangguan depresi dan gangguan lelah berkepanjangan (chronic fatigue syndrome)
Pada akhir kuliahnya Prof Coe mengatakan masih banyak terbuka lahan penelitian di bidang ini dan tentunya akan makin banyak pengetahuan yang masih bisa diperoleh dengan mempelajari stres dan hubungannya dengan sistem imun tubuh manusia.
Salam Sehat Jiwa