KOMPAS.com - Toni eksekutif muda usia 35 tahun itu tiba-tiba merasakan jantungnya berdebar sangat cepat. Saat itu, ia sedang berada di jalan menuju kantornya di daerah Sudirman. Ia juga merasakan sesak napas dan perasaan seperti tercekik.
Toni menjadi sangat ketakutan akan keadaan ini, sampai ia meminggirkan mobilnya. Saat itu, ia merasa takut mati sehingga membuatnya ke unit gawat darurat (UGD) sesaat jantungnya sudah mulai terasa berkurang debarannya 10 menit kemudian.
Di UGD, Toni diperiksa jantung dan laboratorium penunjang lainnya. Hasilnya semua dalam batas normal. Toni kemudian bingung apa yang baru saja dialaminya. dokter menyarankan Toni untuk tidak khawatir karena tidak ditemukan kelainan apa-apa. “Mungkin anda sedang kecapekan saja”, kata si dokter menenangkan
Kasus di atas cukup sering ditemukan sebagai salah satu kasus gangguan kesehatan jiwa yang bermanifestasi gejala fisik. Kalangan kesehatan jiwa menyebutnya sebagai serangan panik. Orang yang mengalaminya biasanya mengira bahwa ia terkena serangan jantung karena gejalanya sangat mirip dengan gangguan tersebut. Bedanya adalah dalam durasi waktu, serangan panik biasanya hanya berlangsung paling lama 15 menit saja dan setelah itu terjadi penurunan gejala yang dialami.
Ada beberapa gejala serangan panik yang sering dialami oleh pasien. Gejalanya yang paling sering adalah sebagai berikut ; Jantung berdebar dan peningkatan denyut jantung, berkeringat, badan terasa gemetar atau berguncang, perasaan napas yang pendek, perasaan seperti tercekik, sakit dada atau perasaan tidak nyaman, mual atau merasa tidak enak di perut, merasa pusing, tidak stabil, kepala terasa ringan atau mau pingsan, takut kehilangan kontrol atau menjadi gila, perasaan takut mati, kesemutan atau seperti baal dan rasa seperti terbakar atau kepanasan.
Gangguan panik didiagnosis bila dalam waktu sebulan terakhir telah terjadi lebih dari 3 (tiga) kali serangan panik. Serangan panik ini terjadi tiba-tiba, dan di antara serangan panik tersebut pasien merasa khawatir jika dirinya mengalami keadaan itu lagi (kecemasan antisipasi). Serangan panik ini juga telah mengganggu fungsi pasien sehari-hari baik pribadi dan sosial.
Agorafobia
Jika pasien mengalami serangan panik yang berulang, maka kebanyakan pasien menjadi takut untuk keluar rumah sendirian. Hal ini disebabkan pasien takut bila tiba-tiba saat ia sendiri di luar rumah, serangan panik itu datang lagi dan tidak ada yang menolongnya. Ketakutan tersebut dinamakan agorafobia.
Agorafobia biasanya juga diikuti oleh penghindaran terhadap situasi yang dapat membuat timbulnya kecemasan pasien. Hal ini yang menyebabkan pasien dengan gangguan panik biasanya takut bila keluar rumah sendiri tanpa ditemani. Pasien juga menjadi malas keluar rumah atau bersosialisasi dengan teman serta kerabat di tempat-tempat terbuka. Apalagi bila ia harus ke tempat seperti itu sendirian. Hal ini tentunya menurunkan kualitas hidup pasien tersebut.
Apa yang dapat dilakukan?
Kualitas hidup pasien gangguan panik tentunya mengalami penurunan akibat konsekuensi dari penyakitnya. Untuk itu, tatalaksana yang tepat dan menyeluruh sangat dibutuhkan agar pasien dapat kembali hidup normal.
Jika memang dalam pemeriksaan fisik dan penunjang tidak terdapat hasil yang mendukung ke suatu diagnosis penyakit seperti jantung dan tiroid (gondok) maka diagnosis gangguan panik harus segera dipertimbangkan.
Pemeriksaan fisik dan penunjang yang lengkap penting karena gejala serangan panik seringkali mirip dengan gejala-gejala penyakit yang sering kita temukan dalam praktek seperti penyakit jantung dan gangguan tiroid (gondok). Rujukan ke seroang ahli kesehatan jiwa atau psikiater juga dapat dilakukan demi tegaknya diagnosis dan penatalaksanaan yang segera dan menyeluruh.
Seperti tatalaksana kebanyakan gangguan kesehatan jiwa, pengobatan gangguan panik juga meliputi pengobatan dengan obat dan psikoterapi. Penggunaan obat untuk gangguan panik telah mendapatkan rekomendasi dari badan obat dan makanan Amerika (FDA) dan juga dari badan pengawasan obat dan makanan (POM) Indonesia.
Pasien tidak perlu khawatir akan efek ketergantungan terhadap obat yang sering ditakutkan oleh masyarakat bila memakan obat-obat dari ahli kesehatan jiwa. Kerjasama antara dokter dan pasien serta informasi yang akurat dan lengkap akan efek obat serta hal-hal yang menyangkut penggunaannya haruslah diketahui sejak awal berobat.
Pasien tentunya mempunyai hak untuk bertanya kepada dokter tentang obat yang dimakannya serta efek samping yang mungkin timbul. Tentunya kewajiban dokter untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan seputar obat yang digunakan. Keteraturan kontrol berobat dan kepatuhan akan dosis obat juga akan menghindarkan pasien dari hal-hal yang tidak diinginkan dari penggunaan obat yang tidak tepat.
Psikoterapi dengan menggunakan teknik terapi kognitif juga sangat diperlukan. Pasien gangguan panik biasanya mempunyai keyakinan yang salah akan penyakitnya. Pasien biasanya sering salah mengintepretasikan sensasi di tubuhnya sebagai tanda awal serangan panik. Informasi tentang serangan panik termasuk penjelasan bahwa ketika serangan panik berlangsung, serangan tersebut terbatas waktunya dan tidak mengancam jiwa.
Latihan relaksasi, pernapasan termasuk meditasi juga mempunyai peran yang sangat baik pada pasien gangguan panik. Hal ini membantu pasien untuk dapat mengontrol pernapasannya dan sedapat mungkin relaks sehingga gejala yang timbul dapat ditangani dengan baik secara mandiri oleh pasien pada saat serangan panik datang.
Semoga penjelasan di atas dapat membantu anda untuk mengenali gejala dan tanda gangguan panik serta cara mengatasinya. Jangan malu untuk berkonsultasi dengan dokter ahli kesehatan jiwa jika mengalami gangguan panik. Salam sehat jiwa!
Dr. Andri SpKj, Psikiater dengan kekhususan di bidang Psikosomatik dan Psikiatri Liaison. Penanggung Jawab Klinik Psikosomatik RS Omni, Alam Sutera, Tangerang.
Sumber : KOMPAS.com