Gangguan kepribadian ambang terjadi antara 2-3% dari populasi umum, terutama ditemukan dalam pusat-pusat kesehatan klinis. Di Amerika sendiri dikatakan sekitar 1% penduduknya mengalami gangguan kepribadian ambang. Gangguan kepribadian jenis ini lebih sering terjadi pada wanita daripada pria: wanita mempunyai kecenderungan 3 kali lebih rentan dibandingkan pria. Sampai saat ini belum ada pasti di Indonesia, namun diperkirakan kejadian gangguan kepribadian ambang cukup tinggi karena biasanya gangguan kepribadian ini ditandai oleh perilaku agresif dan impulsif, yang biasanya banyak terdapat pada individu dengan perilaku kekerasan. Hal ini dapat kita lihat sehari-hari dari berbagai laporan media. Pada kebanyakan kasus, gangguan kepribadian ambang pertama kali ditemukan pada usia akhir remaja; beberapa terjadi pada anak namun jarang terjadi pada dewasa di atas 40 tahun.
Ganggguan kepribadian ambang pertama kali diperkenalkan oleh Kernberg pada tahun 1975 sebagai suatu diagnosis pada sekelompok pasien dengan mekanisme pertahanan yang primitif dan objek relasi internal yang patologis. Pada banyak kepustakaan, gangguan kepribadian ambang dahulu sering dianggap sebagai batasan antara psikosis dan neurosis.
Penyebab yang pasti gangguan kepribadian ini sendiri masih dipertanyakan. Namun, belakangan ini para peneliti terutama di bidang neurobiologi dan psikofarmakologi melakukan pendekatan biologis yang lebih mendalam dengan hipotesis adanya keterlibatan baik unsur fungsi otak, neurotransmiter, genetik, dan neuroendokrin. Salah satu yang paling sering diteliti adalah hubungan antara sistem serotonergik dan regio otak yang terlibat dalam perilaku impulsif dan agresif pada pasien gangguan kepribadian ambang.
Diagnosis Gangguan Kepribadian
Ciri kepribadian adalah pola perilaku yang berlangsung lama, berhubungan dengan lingkungan dan diri sendiri, dan hal tersebut keluar dalam bentuk konteks sosial dan pribadi. Ketika pola perilaku ini secara bermakna menjadi maladaptif dan menyebabkan hendaya yang serius dalam fungsi pribadi dan sosial, hal ini dinamakan gangguan kepribadian. Manifestasi gangguan kepribadian mudah ditemukan pada remaja dan terus berlanjut sampai usia dewasa.
Dalam mendiagnosis gangguan kepribadian ambang di dalam klinis sehari-hari maka kita memerlukan suatu pedoman diagnositik yang terdapat baik dalam DSM IV-TR atau di dalam PPDGJ III/ICD 10. Berdasarkan Diagnostic and Statistic Manual of Mental Disorder IV- Text Revised (DSM IV-TR), gangguan kepribadian ambang adalah suatu pola yang menetap dari ketidakstabilan hubungan interpersonal, gambaran diri dan afek dan impulsivitas yang nyata dimulai pada masa dewasa awal dan bermanifestasi dalam berbagai konteks, seperti diindikasikan oleh 5 atau lebih dari hal-hal yang tercantum di bawah ini :
- usaha yang tidak beraturan untuk menghindari penolakan yang nyata atau imajiner. Catatan: tidak termasuk bunuh diri dan perilaku menyakiti diri seperti yang tertuang pada butir ke-5
- sebuah pola hubungan interpersonal yang tidak stabil dan terus menerus yang ditandai dengan pertukaran antara idealisasi dan devaluasi yang ekstrem
- gangguan identitas: ketidakstabilan gambaran diri atau perasaan diri yang nyata dan terus menerus
- impulsivitas pada setidaknya dua area yang mempunyai efek potensial dalam perusakan diri (contoh: belanja, seks, penyalahgunaan zat, berkendaraan ceroboh, makan dan minum berlebihan). Catatan: tidak termasuk perilaku bunuh diri atau melukai diri yang terdapat pada kriteria ke-5
- perilaku, isyarat atau ancaman bunuh diri yang sering atau perilaku melukai diri
- afek yang tidak stabil yang ditandai mood yang reaktif (contoh: episode disforia yang sering, iritabel atau kecemasan yang berlangsung beberapa jam dan jarang lebih dari 2 hari)
- perasaan kosong yang kronis
- marah yang tidak sesuai, sering atau kesulitan dalam mengendalikan amarah (contoh: sering menunjukkan perangai, marah yang konstan, sering berkelahi)
- ide paranoid yang berhubungan dengan stress yang berlangsung sementara atau gejala disosiatif yang parah
Pengobatan
Pegangan praktis American Psychiatric Association untuk pengobatan gangguan kepribadian ambang meyarankan kombinasi antara psikoterapi dengan pengobatan farmakologis untuk hasil yang optimal. Walaupun tidak ada penelitian tentang kombinasi terapi ini namun pendapat lama mengatakan bahwa terapi obat membantu psikoterapi dan begitu juga sebaliknya.
Suatu penelitian dengan metode double blinded dengan menggunakan kontrol dan plasebo menunjukkan bahwa pasien dengan gangguan kepribadian ambang mempunyai respons yang baik terhadap obat golongan Selective Serotonin Reuptake Inhibitor (SSRI) dengan perbaikan pada kemarahan, perilaku agresif impulsif (terutama agresi verbal), dan afek yang labil.6,9 Obat ini membantu psikoterapi dengan mengurangi “suara-suara afektif” seperti kemarahan yang menetap, kecemasan atau disforia, yang mencegah pasien untuk tidak merefleksikan hal tersebut ke dunia internal mereka. Juga terdapat bukti bahwa SSRI menstimulasi neurogenesis, terutama di hippocampus, yang memperbaiki memori deklaratif verbal. Sebagai tambahan, SSRI dapat mengurangi hiperaktivitas aksis Hipothalamic Pituitary Adrenal (HPA) dengan mengurangi hipersekresi Corticotropine Releasing Factor (CRF).
Psikoterapi dengan menggunakan SSRI dapat membantu menfasilitasi perubahan di otak. Kemampuan pasien melihat terapis sebagai seseorang yang membantu dan memberi perhatian, bukan sebagai tokoh yang menuntut dan penuh dengki, akan membantu membangun jaringan neuron yang baru dan akan melemahkan yang lama. Splitting juga dapat berkurang karena kecemasan yang lebih ringan mengurangi keperluan membuat pertahanan. Penelitian dengan menggunakan PET memperlihatkan bahwa psikoterapi dapat meningkatkan metabolisme sistem serotonergik pada pasien dengan gangguan kepribadian ambang.
Sumber : Andri, Kusumawardhani AAAA. Neurobiologi Gangguan Kepribadian Ambang: Pendekatan Biologis Perilaku Impulsif dan Agresif. Maj Kedokt Indon, Volum: 57, Nomor: 4, April 2007.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar