Ketika Perempuan Alami Psikosomatik
Oleh : Dr.Andri,SpKJ (Klinik Psikosomatik RS OMNI Alam Sutera, Serpong)
Jika melihat pada statistik tentang kemungkinan gangguan jiwa terutama depresi pada perempuan maka sebenarnya kondisi gangguan depresi lebih akan sering terjadi pada perempuan dibandingkan laki-laki. Angka kejadiannya bisa mencapai dua kali lipat dibandingkan pada laki-laki. Berbagai macam faktor bisa menjadi sebab tingginya angka depresi pada perempuan dibandingkan laki-laki. Faktor hormonal juga turut berpengaruh.
Sebagai salah satu diagnosis dasar dari keluhan psikosomatik, depresi dan begitu juga gangguan cemas sering kali pada perempuan terjadi namun tidak disadari. Ketika seorang mengalami gejala psikosomatik sebagai “ungkapan” depresinya, seperti kebanyakan pasien psikosomatik lainny, mereka akan lebih memilih untuk berobat ke dokter umum atau spesialis non-psikiater daripada ke psikiater. Hal ini tentunya sangat perlu menjadi perhatian karena sering kali pula perempuan tidak memilih berobat dibandingkan laki-laki.
Di pengalaman klinis menangani kasus-kasus psikosomatik baik pada laki-laki maupun perempuan, saya ingin sedikit berbagi beberapa hal yang mungkin berhubungan dan menjadi khas perempuan yang mengalami psikosomatik. Tentunya hal ini bukan bersifat mutlak untuk semua perempuan, tetapi lebih banyak memang terjadi pada perempuan dibandingkan laki-laki.
A. Menstruasi
Perempuan usia subur pasti mengalami hal ini. Menstruasi yang terjadi setiap bulan (walaupun pada kenyataannya terjadi bervariasi) merupakan pertanda bahwa dia adalah seorang perempuan subur yang bisa hamil. Walaupun sudah menjadi rutinitasnya namun sering kali menstruasi sangat berhubungan erat dengan gangguan pada suasana perasaan mental emosional. Tidak heran pada kriteria diagnosis gangguan jiwa dari Amerika Serikat yang baru terbit Mei 2013 lalu, gangguan suasana perasaan akibat menstruasi (PreMenstrual Disforik Disorder/PMDD) dimasukkan ke dalam group depresi.
Berhubungan dengan keluhan psikosomatik, pasien perempuan yang mengalami gejala psikosomatik karena kondisi gangguan cemas atau depresinya biasanya mempunyai masalah terkait dengan menstruasinya. Sebelum menstruasi biasanya kondisi kejiwaan pasien lebih tidak nyaman. Pada saat pengobatan terjadi juga sering kali saat menjelang menstruasi pasien kembali mengalami sedikit gejala yang tidak nyaman. Inilah yang membedakan pasien psikosomatik laki-laki dan perempuan, perempuan perlu beradaptasi dengan kondisi menstruasinya yang walaupun normal sering kali menimbulkan masalah pada perasaan pasien perempuan. Hal inilah yang kadang membuat gejala psikosomatiknya sering kali tampak up and down pada perempuan dikarenakan gejala menstruasi sendiri banyak ditandai dengan gejala fisik.
b. B. Dukungan Pasangan
Tidak mudah menjadi pasien psikosomatik karena sulitnya menjelaskan tentang apa yang terjadi pada pasien psikosomatik dan bagaimana gejalanya. Pasien sering kali sulit menjelaskan hal yang terjadi padanya karena dari pemeriksaan klinis medis dan laboratorium penunjang semuanya normal. Dokter pun tidak semuanya bisa memahami masalah terkait dengan kondisi psikosomatik kecuali yang benar-benar memahaminya seperti psikiater.
Kesulitan menjelaskan kondisi sakit inilah yang kadang membuat pasien psikosomatik menghadapi kondisinya sendiri tanpa dukungan orang yang cukup memahami dirinya. Pasien perempuan biasanya lebih sulit lagi karena pasangan terdekatnya atau suami sering kali tidak bisa menerima konsep psikosomatik sebagai sakit yang dialami pasangannya. Sering kali dengan mudah suami meminta istrinya untuk lebih berpikir positif atau berpikir yang relaks tanpa bisa berempati lebih dulu tentang apa yang dialami istrinya.
Pada prakteknya memang saya melihat dalam kehidupan praktek sehari-hari, pasien perempuan lebih sulit mendapatkan dukungan suami daripada pasien laki-laki mendapatkan dukungan istri.
c. C.Peran Multipel
Perempuan sering memerankan peran ganda atau bahkan multipel dalam keluarga. Sering kali mereka menjadi perempuan yang juga mencari nafkah untuk keluarga selain sebagai istri dan ibu. Kondisi ini tentunya menimbulkan tekanan kehidupan sendiri. Banyak ibu yang kemudian juga menjadi rentan terhadap stress karena hal tersebut datang setiap hari dengan berbagai macam bentuknya. Ini bukan berarti laki-laki juga tidak stress terhadap masalah kehidupan dan tugas yang diemban, namun kerentanan perempuan lebih besar daripada laki-laki dari konteks ini.
Demikian beberapa hal yang saya bisa berikan kepada pembaca tentang apa yang membedakan perempuan dari laki-laki ketika mengalami gangguan psikosomatik. Semoga berguna. Salam Sehat Jiwa.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar