Oleh : dr.Andri,SpKJ,FAPM (Psikiater RS OMNI Alam Sutera)
Kesembuhan tentunya menjadi idaman semua pasien. Masalah medis
apapun rasanya pasien tidak ada yang ingin tidak sembuh. Di satu sisi lainnya
dokter tidak pernah menjanjikan kesembuhan. Dokter hanya akan mengatakan kalau
dirinya akan berusaha semampunya untuk kesembuhan pasien. Dalam ilmu kedokteran
jiwa istilah sembuh pasien kadang bisa punya makna yang berbeda dengan
psikiaternya. Inilah mengapa dalam praktek sehari-hari jika ada pasien yang
menanyakan apakah gangguan jiwa yang dialaminya bisa sembuh maka saya biasanya
akan bertanya, apa makna sembuh yang dimaksud pasien. Sering kali perbedaan
persepsi ini yang sering terjadi di praktek sehari-hari.
Masalah gangguan jiwa secara umum jaman dahulu dibagi
menjadi dua, yaitu gangguan jiwa psikotik dan gangguan jiwa neurotic (neurosis
atau dulu disebut neurosa). Sebenarnya pembagian ini untuk menunjukkan adanya
perbedaan dalam penilaian realita yang terganggu di antara kedua jenis pasien
tersebut. Gangguan jiwa psikotik yang termasuk skizofrenia dan gangguan waham
dikatakan adalah gangguan jiwa yang pasiennya mengalami gangguan dalam menilai
realitas. Gangguan penilaian realitas ini maksudnya adalah gangguan dalam
membedakan mana yang nyata dan mana yang fantasi. Adanya halusinasi dan delusi
(waham) adalah pertanda adanya gangguan dalam penilain realitas. Lebih jauh
pembahasan ini pernah ditulis di beberapa artikel saya sebelumnya.
Sedangkan gangguan jiwa neurosis adalah gangguan jiwa yang
tidak mengalami masalah dalam penilaian realitas. Walaupun tidak sepenuhnya
tepat, maka yang termasuk di dalamnya adalah gangguan depresi, gangguan
bipolar, gangguan kecemasan, gangguan kepribadian dan gangguan somatoform. Mengapa
saya katakana tidak sepenuhnya tepat, karena pada gangguan depresi dan gangguan
bipolar bisa juga ditemukan adanya masalah penilaian realita. Misalnya pada
gangguan depresi berat dengan adanya halusinasi yang menyuruh orang itu untuk
bunuh diri. Begitu juga pada gangguan bipolar. Pembagian ini sekarang sudah
jarang disebutkan lagi karena masing-masing gangguan jiwa dikatakan langsung
dengan diagnosis yang sesuai dengan pedoman diagnosis yang berlaku (DSM atau
ICD-10).
Apakah Gangguan Jiwa
Bisa Sembuh?
Pertanyaan seputar kesembuhan gangguan jiwa memang biasanya
mengundang dilema. Apalagi dengan persepsi awam yang mengatakan yang dimaksud
dengan sembuh itu adalah tidak menggunakan terapi lagi baik obat maupun non
obat. Ini sama saja dengan mengatakan apakah pasien yang mengalami darah tinggi
bisa dikatakan sembuh jika masih makan obat setiap hari dan seumur hidup?.
Sekiranya apa yang dialami oleh pasien gangguan jiwa seperti itu.
Ketika seorang mengalami masalah kejiwaan yang berkaitan
dengan gangguan pada pikiran, perasaan dan perilakunya maka sebenarnya tidak
semua memerlukan pengobatan. Pada beberapa kasus masalah kejiwaan bisa sembuh
sendiri tanpa bekas. Hal ini disebabkan karena daya adaptasi manusia itu
sendiri dalam menghadapi masalah. Selain itu juga karena sifatnya yang multifactorial,
pemicu masalah kejiwaan sering kali tidak sama setiap orangnya walaupun
diagnosis akhirnya sama. Sehingga tidak bisa dibandingkan antara satu pasien
dengan pasien yang lainnya walaupun diagnosis sama. Seorang pasien dengan
gangguan depresi bisa tanpa obat dalam terapinya tapi pasien yang lain harus
makan obat bahkan sampai seumur hidup.
Selain itu juga persepsi awam tentang kalau mengobati
gangguan jiwa itu sama dengan mengobati gangguan medis lainnya harus
diperjelas. Apa yang diberikan pada pasien gangguan kejiwaan dalam pengobatan
sering kali berbeda maknanya dengan penanganan kasus medis lainnya. Misalnya pemberian
antidepresan golongan serotonin (SSRI) pada kasus depresi. Apa yang diberikan
kepada pasien depresi tersebut sebenarnya bukan suplemen atau sejenis “antibiotic”
untuk membunuh kuman bernama “depresi” di otak. Tetapi lebih kepada bahwa obat
antidepresan itu diberikan dalam upaya mengaktifkan kembali sistem pembuatan
serotonin di otak dan menjamin kesediaan serotonin yang cukup di otak. Ini artinya
obat “hanya” berusaha mengaktifkan kembali sistem yang terganggu dan bukan
memberikan yang kurang atau mematikan yang lebih. Sedikit berbeda dengan obat
antipsikotik golongan antidopamin yang memang diberikan untuk mengurangi
aktifitas kelebihan dopamine di otak yang mengakibatkan gejala-gejala psikotik seperti
halusinasi dan delusi pada pasien skizofrenia.
Sayangnya ternyata tidak semua pasien ketika diaktifkan
kembali sistem otaknya tersebut mampu akhirnya bisa dilepas dari pengobatan. Ada
yang ternyata jika tidak dibantu obat, maka sistem otaknya itu tidak aktif
kembali. Tidak heran bahwa banyak kasus depresi berulang dan masalah
skizofrenia yang kambuhan terutama bila tidak berobat teratur. Bahkan penelitian
sendiri mengatakan bahwa pada kasus gangguan depresi walaupun sudah diterapi
optimal, maka angka kekambuhannya masih bisa lebih dari 50%. Tentunya seperti
diuraikan di atas tidak semua kasus demikian namun bisa menjadi informasi
kepada kita bahwa pengobatan masalah kejiwaan memang unik dan individual
sekali. Yang penting kualitas hidup dan fungsi pasien kembali normal.
Gaya Hidup Sehat
Cegah Kekambuhan
Walaupun keliatannya apa yang saya tuliskan di atas
berkaitan dengan pengobatan dengan obat-obatan. Saya tidak mengatakan bahwa itu
adalah satu-satunya cara untuk “sembuh” dari masalah kejiwaan. Banyak
penelitian telah mengatakan bahwa cara-cara seperti olahraga, relaksasi,
konseling, psikoterapi, meditasi, yoga, penambahan supleman makanan telah
banyak membantu proses kesembuhan. Hal ini tentunya lebih baik lagi jika
didukung datanya oleh penelitian yang sahih dan besar. Satu terapi alternative untuk
kasus tertentu belum tentu akan berhasil buat yang lainnya. Itulah mengapa kita
tidak bisa membandingkan langsung masalah pasien satu dengan yang lainnya
karena bersifat individual.
Semoga sedikit pembahasan tentang proses kesembuhan ini bisa
bermanfaat buat pembaca sekalian. Salam sehat jiwa.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar