-->
CoronaVirus(sumbergambar:https://patch.com/img/cdn20/shutterstock/22848544/20200227/022623/styles/patch_image/public/shutterstock-1621031059___27140518174.jpg)
Kepanikan Akibat COVID-19 Dapat Menganggu
Kesehatan Jiwa
Oleh : dr.Andri,SpKJ (Dokter
Spesialis Kedokteran Jiwa)
Sejak diumumkan kepada publik dua
kasus COVID-19 pada pasien Indonesia kemarin oleh Presiden Joko Widodo bersama Menteri
Kesehatan Terawan, keresahan di kalangan masyarakat mulai terasa. Group Whatsapp
mulai dipenuhi oleh berita-berita terkait siapa yang terkena kasus Covid-19,
ada potongan cerita bagaimana mereka sampai terkena dan juga penelusuran siapa
saja mereka. Bahkan sampai akun media sosial dan rumahnya pun menjadi sasaran
penelusuran netizen. Belum lagi ditambah dengan adanya berita terkait “rush” bahan makanan di beberapa tempat
yang diperkuat oleh foto-foto walaupun akhirnya ada konfirmasi dari si putri dari
orang tua yang ada di dalam foto membeli berkardus-kardus mie instan di sebuah
supermarket. Keresahan ini mungkin akan dapat terjadi di hari-hari ke depan
apalagi jika kasus makin banyak ditemukan di Indonesia. Lihat saja untuk masker
saja sekarang mulai susah didapatkan dan harganya mahal berkali lipat dari
biasa. Padahal menggunakan masker hanyalah salah satu cara mencegah penularan
jika memang kita sedang sakit. Kontak erat dengan yang memiliki virus ini yang
lebih dominan sebagai media penularan. Itulah mengapa kita harus rajin mencuci
tangan dan mengurangi kontak dengan orang lain selama COVID-19 ini masih
menjadi pandemi menular.
Kepanikan ini sebenarnya bukan
hanya terjadi di Indonesia. Dalam berbagai ulasan berita sejak mulai COVID-19
terdeteksi Desember 2019 di Wuhan, China dan kini menyerang lebih dari 27
negara, pandemi ini telah meningkatkan kekhawatiran yang meluas dan
meningkatnya kecemasan banyak orang yang takut menjadi sasaran ancaman virus. Apalagi
media menyoroti COVID-19 sebagai ancaman yang unik, yang ikut menambah
kepanikan, stres, dan potensi hysteria masyarakat.
Pandemi bukan hanya fenomena
medis; mereka mempengaruhi individu dan masyarakat di berbagai tingkatan,
menyebabkan gangguan pada kesehatan jiwanya. Panik dan stres juga dikaitkan
dengan wabah. Lihat saja ketika kekhawatiran tentang ancaman yang dirasakan mulai
tumbuh, orang mulai mengumpulkan (dan bahkan menimbun) masker dan persediaan
medis serta makanan . Ini sering diikuti oleh perilaku yang berhubungan dengan
kecemasan dan gangguan tidur. Individu yang telah mengalami gangguan jiwa
seperti gangguan cemas dan gangguan depresi mungkin sangat rentan terhadap efek
dari kepanikan dan ancaman yang meluas terkait virus COVID-19 ini.
Masalah Kesehatan Jiwa dan Penyakit Fisik
Penyakit kronis (menahun),
termasuk penyakit menular kronis seperti tuberkulosis (TBC) dan human immunodeficiency virus (HIV)
dikaitkan dengan kemungkinan mengalami tingkat gangguan mental yang lebih
tinggi dibandingkan dengan populasi umum. Penelitian menunjukkan tingkat depresi biasanya meningkat
setelah kondisi medis fisik berlangsung lama. Efek dari coronavirus pada
kesehatan mental belum diteliti secara sistematis, namun diperkirakan bahwa
COVID-19 akan memiliki efek pada kesehatan jiwa yang besar terutama berdasarkan
reaksi publik saat ini. Psikiater dengan latar belakang dokternya ditempatkan
untuk membantu pasien mereka yang telah mengalami gangguan jiwa terkait cemas
dan depresi agar bisa tenang menghadapi kondisi ini serta komunitas yang lebih
besar untuk memahami dampak potensial dari virus serta tidak menjadi panik
karenanya dengan edukasi yang baik.
Banyak hal terkait kecemasan
akibat virus COVID-19 ini. Orang bisa mengalami rasa khawatir tentang kemungkinan
terinfeksi, khawatir tentang orang yang dicintai mengalami sakit, dan khawatir
ketika gejala terkait ada seperti mulai merasakan batuk dan pilek serta demam
padahal mungkin itu flu biasa. Tidak adanya pengobatan pasti untuk coronavirus
dengan mudah memperburuk kecemasan.
Kita juga bisa berempati lebih
besar kepada pasien yang mengalami gangguan cemas obsesif kompulsif. Mereka
yang memang pada dasarnya mengalami ketakutan akan kontaminasi terkait dengan gangguan
jiwanya, maka dengan adanya promosi terkait cuci tangan yang lebih sering untuk
mengurangi kemungkinan terkena virus COVID-19 akan bisa menambah kecemasan
terkait perilaku kompulsifnya sendiri.
Wabah COVID-19 saat ini memacu
rasa takut di tingkat masyarakat. Pada tingkat individu, itu dapat secara
berbeda memperburuk kecemasan serta menyebabkan masalah mental yang tidak
spesifik (misalnya, masalah suasana hati, masalah tidur, perilaku seperti
fobia, dan gejala seperti panik cemas). Maka dari itu marilah kita bersama-sama
mengurangi kekhawatiran yang tidak berdasar terkait virus COVID-19 ini dan
tidak menyebarkan berita yang tidak jelas dan benar sumbernya yang bisa semakin
menambah ketakutan dan memicu kepanikan masyarakat. Berikan kepercayaan kepada
otoritas seperti pemerintah dan kementerian kesehatan untuk bekerja sesuai
standar yang berlaku untuk mengurangi dampak dari infeksi virus COVID-19 ini.
Pesan saya bacalah sumber berita yang terpercaya terkait COVID-19 ini dan
janganlah menyebarkan berita tanpa dukungan data yang valid. Semoga kita semua
diberikan kesehatan. Tetap jaga imunitas tubuh kita dengan tidur yang cukup,
gizi yang seimbang, olahraga teratur dan kurangi stress. Salam Sehat Jiwa.
Sumber tulisan :
Psychiatrists Beware! The Impact of
COVID-19 and Pandemics on Mental Health by Nidal Moukaddam, MD, PhD, Asim Shah, MD
1 komentar:
Terima kasih dok, informasi yang cukup bermanfaat. Salam sehat
Posting Komentar